SELAMAT DATANG
WELCOME TO MY BLOG,,,
AHLAN WA SAHLAN
SELAMAT DATANG DI BLOG ALI MUJAHIDIN
AHLAN WA SAHLAN
SELAMAT DATANG DI BLOG ALI MUJAHIDIN
Entri Populer
-
Kemarin gw jalan2 ke pesantren deh...tepatnya di Parung.. ini dia liputannya.. Pondok Pesantren Al-Quran Nurul Amanah: Mencetak Hafidz Cil...
-
Sanggar Akar Menekankan untuk saling berbagi Pendidikan bukanlah pembelajaran yang berada di gedung yang mentereng dan ber-AC. Pendid...
-
Tuhan, aku tahu, aku selalu jauh dari-Mu, Tuhan, begitu banyak kasih saying yang Engkau berikan kepadaku, tapi aku selalu melanggar peritnah...
-
ANAK DAN POHON APEL Dahulu kala, ada sebuah pohon apel besar. Seorang anak kecil suka datang dan bermain-main setiap hari. Dia senang naik k...
-
Thank God atas semua anugerah Kau limpahkan kepadaku..tidka kusangka..teman yang telah lama aku cari-cari ternyata sekrang sudah aku temukan...
-
Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memper...
-
Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri. Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang ...
-
Buat anak didik SMK Yadika 5 yang saya ajar, kalau ada tugas sekarang lewat blog aja ya... nanti saya sosialisasikan di kelas-kelas... SELAM...
-
Ali Mujahidin: Seorang anak dan Pohon Apel
-
Tak kusangka dan tak kuduga ternyata sekarang aku menjadi pahlawan tanpa tanda jasa..hehehe.. Gimana sih rasanya menjadi pahlawan tanpa tan...
Cari Blog Ini
Total Tayangan Halaman
Sabtu, 07 Mei 2011
Ayah, anak dan burung Gagak
Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menunjuk ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda tersebut?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun beberapa saat kemudian mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab
dengan sedikit keras, “Itu burung gagak ayah!”
Tetapi sejenak kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak marah dengan pertanyaan yang sama dan diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih keras,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan
menjawab dengan nada yang ogah-ogahan menjawab pertanyaan si ayah,
“Gagak ayah.......”.
Tetapi kembali mengejutkan si anak, beberapa saat kemudian si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanyakan pertanyaan yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar kehilangan kesabaran dan menjadi marah.
“Ayah!!! saya tidak mengerti ayah mengerti atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah menanyakan pertanyaan tersebut dan sayapun sudah memberikan jawabannya. Apakah yang ayah ingin saya
katakan???? Itu burung gagak, burung gagak ayah.....”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah kemudian bangkit menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang terheran-heran. Sebentar kemudian si ayah keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih marah dan bertanya-tanya. Ternyata benda tersebut sebuah diari lama.
“Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam buku diary itu”, pinta si ayah.
Si anak taat dan membaca bagian yang berikut..........
“Hari ini aku di halaman bersama anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apakah itu?”. Dan aku menjawab, “Burung gagak”.
Walau bagaimana pun, anak ku terus bertanya pertanyaan yang sama dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sampai 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayang aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap bahwa hal tersebut menjadi suatu
pendidikan yang berharga.” Setelah selesai membaca bagian tersebut si anak mengangkat
muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah dengan perlahan bersuara,
“ Hari ini ayah baru menanyakan kepadamu pertanyaan yang sama sebanyak lima kali, dan kau telah kehilangan kesabaran dan marah.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar